Agaknya yang diketahui banyak orang sekarang ini cara untuk memperjuangkan apa yang telah menjadi haknya adalah berjuang melalui jalur hukum atau jika frustrasi berjuang melalui jalur hukum, ya terpaksa berjuang melalui kekerasan. Begitu juga dengan keadilan yang secara teoritis merupakan citacita hukum sekarang telah menjadi barang mewah yang hanya mampu dibeli oleh orangorang berduit. Memang idealnya hukum sebagai rule of the game bagi semua interaksi manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara. Masyarakat diharuskan menghormati hukum. Untuk itu hukum harus berwibawa di mata semua lapisan masyarakat agar dapat menggugah dan dipatuhi oleh semua subyek hukum. Namun dalam kenyataannya sekarang ini masyarakat cenderung tidak patuh pada hukum karena wibawa hukum tidak ada. Wibawa hukum sebagian besar terletak pada komitmen, konsistensi, dan kontiniutas para Penegak Hukum itu sendiri. Sekarang apa yang disebut komitmen, konsistensi dan kontiniutas dalam proses penegakan hukum yang benar hampir dapat dipastikan tidak ada. Seperti orang bijak berkata : “Sebaik-baik hukum yang dibuat dan diberlakukan di suatu negara jika Penegak Hukumnya brengsek maka sama dengan brengseknya hukum itu sendiri”. Nah, kalau hukum tidak lagi memberikan kepastian bagi seseorang untuk memperoleh haknya, atau jika hukum tidak lagi dapat dipercaya sebagai cara terhormat untuk memperoleh keadilan, maka dapat dipastikan masyarakat akan cenderung menggunakan cara yang kedua yaitu dengan menggunakan “kekerasan” yang nota bene dengan cara main hakim sendiri (eigen rechting).
Cara ini sekarang seperti sudah menjadi budaya bangsa kita. Hal ini disebabkan oleh ketidakpuasan masyarakat akan kinerja para penegak hukum di negeri kita, mulai dari korupsi, mafia hokum, dan masih banyak lagi.
Intinya adalah budaya main hakim sendiri agaknya telah menjadi "megatrend" dalam masyarakat kita. Dan ini belum termasuk bagi mereka yang menghakimi harta kekayaan negara (para koruptor) yang merupakan sisi gelap lainnya yang menjadi budaya pula di negara kita. Dan juga belum termasuk bagi oknum para Penegak Hukum yang telah menghakimi tersangka terlebih dahulu sebelum menyerahkannya kepada Hakim beneran .Main hakin sendiri mempunyai konotasi bahwa siapa yang kuat dia yang menang, jadi lebih mengarah pada substansi pengertian hukum rimba.
0 komentar:
Posting Komentar